Jumat, 22 Mei 2020

Tauhid dan Lawannya

PENDAHULUAN
Inti utama dari keimanan adalah beriman kepada, dan konsep keimanan kepada Allah terwadahi dalam konsep tauhid. Tauhid inilah yang menjadi inti dari isi keyakinan, inti ideologi seorang muslim.
Tauhid inilah pondasi seluruh struktur prinsip, cita-cita, sikap dan perilaku seorang muslim. Tauhid itu semacam tenaga batin, tenaga dalam yang memancarkan kekuatan dan menangkal berbagai bahaya kehidupan yang dihadapi oleh seorang muslim.
Tauhid adalah ajian, jurus, dan ilmu tertinggi seorang muslim. Karenanya, memahami konsep tauhid dan bagaimana membangun tauhid dalam jiwa dan pikiran kita menjadi sangat penting.
PENGERTIAN TAUHID DAN BEDANYA DENGAN AKIDAH
Secara etimologi, tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhiidan yang artinya adalah satu/esa. Tauhid adalah mengesakan Allah.
Maksud mengesakan Allah bukan hanya sekedar percaya bahwa Allah, Tuhan, secara bilangan hanyalan satu. Bukan sekedar itu. Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat menyembah, memohon, dan bergantung.
Simpelnya tauhid itu apa-apa serba Allah. Apa-apa Allah dulu alias senantiasa inget Allah. Allah is number one before everything (Allah adalah yang pertama sebelum segala sesuatu).
Allah is my focus and my purpose in my life (Allah adalah fokus dan tujuan hidup saya). Allah is the biggest one in my mind (Allah mendominasi jiwa dan pikian saya).
Jika tauhid telah tertanam, maka ia akan menjadi kekuatan besar yang mengendalikan, menyetir,d an mengarahkan kehidupan kita.
Tauhid akan memberikan arah di saat kita tersesat dalam kebimbangan, tauhid akan menjadi daya tangkal saat kita menghadapi musuh-musuh kehidupan.
Tauhid akan memberikan kekuatan (daya imunitas) saat kita menghadapi kerumitan dan kesulitan hidup. Tauhid akan menjai pengendali dan pengingat saat kita sedang berjaya dalam kebahagian.
Lantas apa bedanya dengan akidah?
Kalau teman-teman mengingat apa definisi akidah sebelumnya tentu sudah paham. Beda definis? Iya, betul. Beda definisi. Tapi di mana coba beda utamanya?
Bedanya adalah, akidah itu bicara semua hal yang berkaitan dengan keyakinan dasar seseorang meliputi rukun iman.
Rukun iman ini kemudian menjadi pondasi atas keyakinan dan cita-cita hidup yang kemudian berpengaruh pada perilaku seorang muslim.
Sedangkan tauhid hanya bicara tentang Allah. Jika bicara tentang keyakinan dasar, maka tauhid ini adalah yang paling dasar diantara dasar-dasar keimanan yang lain. Tauhid adalah pangkalnya.
 LAWAN-LAWAN TAUHID (KAFIR, SYIRIK, DAN NIFAQ)
Agar lebih paham lagi tentang tauhid, mari kita pahami lawan-lawannya. Di atas telah dijelaskan bahwa tauhid itu berarti pikiran kita didominiasi oleh Allah, Allah menjadi fokus utama kita, dan seterusnya.
Pikiran kita itu tidak pernah kosong, jika tidak ada Allah maka selalu ada yang lain. Jika kita tidak memuja Allah, pasti ada pujaan yang lain. Jika kita tidak bergantung kepada Allah, pasti bergantung pada yang lain. Jika kita tidak memohon kepada Allah, pasti memohon kepada yang lain.
Nah, dalam pikiran kita masih ada Allah. Kita masih percaya pada Allah. Tapi pada kenyataannya kita tidak pernah teringat kepadanya. Allah tidak pernah menjadi kekuatan dasar keyakinan yang mempengaruhi perilaku kita.
Maka di situ berarti pikiran kita dinominasi oleh yang lain. Berarti kita telah menduakan Allah dengan yang lain. Itulah yang disebut dengan syirik.
Bukannya dalam sehari-hari kita sering lupa pada Allah. Allah kalah dengan uang, Allah kalah dengan jabatan, dan seterusnya. Bahkan shalat pun kita tidak ingat Allah.
Saat merancang cita-cita, tak pernah ada Allah dalam pikiran kita. Saat ada masalah pun tak pernah cerita kepada Allah. Kita juga jarang memohon kepada Allah.
Berarti kita syirik dong?
Betul. Memang syirik. Sebab kita telah menduakan Allah dengan yang lain. Hanya saya syirik ini memang bertingkat-tingkat, dari yang kecil hingga syirik besar.
Syirik kecil merupakan dosa, merupakan maksiat. Tapi syirik besar menyebabkan orang tersebut keluar dari Islam.
Sebab syirik besar telah menggeser tauhid dari keimanan seseorang. Ini sudah sebeanrnya sudah sama nilainya dengan mengingkari Allah atau kafir.
Lalu apa artinya kafir?
Kafir adalah mengingkari Allah. Tidak mempercayai Allah. Kalau syirik, meski bagaimana pun sebenarnya masih percaya Allah (walaupun syirik besar sama nilainya dengan kafir). Nah, kafir ini memang tidak percaya Allah.
Kafir ini ada dua. Orang kafir yang memang sama sekali tidak percaya pada Tuhan apa pun. Inilah yang disebut dengan orang atheis. Tapi ada juga orang kafir yang percaya pada Tuhan selain Allah. Kedua-duanya salah.
Yang pertama salah karena tidak bertuhan. Yang kedua salah dalam bertuhan atau mengimani Tuhan yang salah alias sebenarnya bukan Tuhan.
Lalu ada juga munafik.
Munafik itu secara perilaku adalah seorang muslim. Mungkin dia shalat, dan seterusnya. Tapi pada pikirannya sebenarnya tidak percaya pada Allah. Perilakunya itu hanya pura-pura belaka. Inilah menafik.
Jadi antara syirik besar, munafik, dan kafir pada hakikatnya semuanya telah kehilangan tauhid. Ketiganya pada hakikatnya meningkari Allah atau kafir.
Ketiga hal inilah pantangan, atau lawan utama dari tauhid. Dengan demikian, tauhid harus benar-benar dijaga dari ketiga hal ini.
MENGANAL ALLAH DAN CARA BERKOMUNIKASI DENGANNYA
Sebelmunya telah dibicarakan bahwa isi tauhid adalah tentang Allah, tentang mengimani Allah. Tentang bagaimana menanamkan Allah dalam pikiran kita sehinga menjadi my focus and my puropse in my life.
Pertanyaannya adalah, lantas bagaimana untuk membangun semua itu? Caranya pertama-tama tentu saja kita mesti mengenal Allah. Siapa Tuhan kita itu? Bagaimana cara berkomunikasi denganNya? Di mana saya bisa menjumpainya?
Untuk memudahkan, saya ingin beri ilustrasi begini: kalau Anda berkenalan dengan sesorang, apa yang Anda lakukan?
Pertama-tama pasti ingin tahu namanya, ya? Lantas apa lagi? Alamat atau tempat tinggalnya. Kemudian nomor telepon atau hp-nya, atau apa pun yang memudahkan kita berkomunikasi dengannnya.
Mengapa berkomunikasi penting? Karena kalau hanya berkenalan sekilas, sekedar tahu namanya tanpa menjalin komunikasi lagi biasanya akan mudah lupa dan di kemudian hari merasa tak pernah berkenalan dengannya.
Anda pernah berkenalan dengan orang penting, kan? Pejabat misalnya, pemimpin perusahaan, atau dosen pembimbing Anda misalnya.
Apa yang seharusnya Anda lakukan saat berkenalan dengannya? Minta kartu nama. Tepat sekali. Kartu nama mereka sangat penting karena kita sangat butuh untuk menjalin hubungan dengan orang-orang penting ini.
Nah, Tuhan itu lebih dari sekedar penting, tapi sangat penting. Setidaknya karena kita sangat berkepentingan untuk menjalin komunikasi dengan-Nya.
Dengan demikian sekarang menjadi jelas bahwa kita harus mengenal-Nya lebih dekat. Kita harus tahu nama Tuhan yang sebenarnya, minta alamatnya, minta kartu namanya, dan sering menghubungi-Nya agar kita akrab dengan-Nya.
Kalau Anda kenal dengan banyak orang penting di negeri ini apa coba yang akan Anda dapat? Mudah mendapat pekerjaan, mudah naik pangkat, dan banyak kemudahan-kemudahan lain.
Nah, apalagi kalau kita dekat dengan Tuhan tentunya akan memudahkan kita dalam segala hal. Karena Dia-lah yang mengatur segalanya.
Mari kita mulai mengenalnya.
Pertama, nama Tuhan.
Menurut bermacam-macam kepercayaan, banyak sekali ditemukan nama-nama Tuhan.  Ada yang menamakan Tuhan mereka dengan Latta, Uzza, Yahweh, Ahuramazda, Dewa Brahma, Dewa Ra, ada juga yang memanggil dengan Tuhan Bapa, dan seterusnya.
Lantas mana nama Tuhan yang benar? Nama Tuhan yang benar adalah nama yang disebutkan oleh Tuhan itu sendiri. Dalam wahyu-Nya, al-Qur’an, Tuhan telah menyatakan bahwa namanya adalah “Allah”.
Mengapa menurut al-Quran, tidak menurut kitab yang lain? Karena sekarang ini berdasarkan berbagai bukti hanya al-Quran kitab yang masih murni.
Jadi Allah bisa dibilang “nama asli” Tuhan. Karena Allah adalah nama, maka dalam terjemahan bahasa Inggris misalnya tak boleh diterjemahkan dengan God (Tuhan), tapi tetap Allah.
Allah berfirman: “Sesungguhnya aku Allah, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Aku. Maka sembahlah aku dan dirikan shalat untuk mengingatku”. (QS. Thoha [20]: 14).
Selain nama “Allah”, Tuhan kita juga memperkenalkan nama-nama lain yang disebut dengan Asmaul Husna (nama-nama yang penuh kebaikan). Mudahnya kita dapat memahami bahwa Allah itu nama asli sedangkan Asmaul Husna nama panggilan. (QS. Al A’raf [7]: 180). Asmaul Husna  antara lain ar-Rahman (Dzat Yang Maha Pengasih), ar-Rahim (Dzat Yang Maha Penyayang), dan seterusnya.
Kedua, keberadaan Allah.
Dari mana dan di manakah Allah? Pertanyaan ini penting agar kita bisa mengunjunginya. Kita, manusia tentu tidak pernah tahu Allah di mana jika saja Allah sendiri tidak memberitahunya.
Untungnya Allah memberitahu kita dalam firman-Nya: Jika kamu (Muhammad) ditanya oleh hamba-Ku tentang Aku, maka katakanlah bahwa Aku adalah dekat dan Aku akan mengabulkan setiap permintaan (hamba-Ku). Maka ikutilah perintah-Ku dan berimanlah kepada-Ku, agar kamu memperoleh petunjuk (QS. al-Baqarah [2]: 186).
Jelas sekali.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia dekat dengan kita. Dia senantiasa berada dekat dengan kita, senantiasa bersama kita.
Saat Nabi dikejar-kejar kaum kafir, pada saat beliau bersembunyi di gua tsur, Abu Bakar yang menemani beliau mencekat ketakutan.
Tapi Nabi dengan tenang menasihati Abu Bakar: Wahai Abu Bakar, jangan takut, Allah senentiasa bersama kita.
Baiklah, sekarang Anda sedang apa? Bersama siapa? Sedang baca tulisan ini, kan? Apa Anda sedang sendirian?
Sesungguhnya Anda tak sendirian. Di tempat Anda duduk, di dekat Anda ada Allah. Jadi kita sebenarnya tak pernah sendiri. Dia selalu menyertai kita, mengawasi kita, menjaga kita.
 Ketiga, cara berkomunikasi dengan Allah.
Inilah bagian yang paling penting dari pembahasan ini. Mudahnya saya ibaratkan begini: jika Anda berkenalan dengan seseorang dan ternyata Anda belum terlalu mengenalnya itu tak mengapa.
Malah wajar saja jika perkenalan itu baru sebentar. Tapi kita bisa mengenalnya lebih lanjut jika kita sering berkomunikasi dengannya.
Jadi, barangkali kita tak terlalu paham dengan sifat-sifat dan asma Allah di atas. Tak mengapa, asalkan kita sering berkomunikasi dengan-Nya, pasti kita akan mengenalnya dengan baik.
Lantas bagaimana cara berkomunikasi dengan Allah?
Allah telah memberitahu kepada kita bahwa Dia menyediakan waktu reguler bagi para hamba-Nya untuk datang kepadanya lima waktu dalam sehari.
Datang berkomunikasi dengan Allah tentu tak sama dengan berkomunikasi dengan manusia. Allah telah memberitahu bagaimana cara berkomunikasi dengan-Nya dengan apa yang disebut dengan shalat, sebagaimana dalam firman-Nya: “… dan dirikan shalat untuk mengingatku”. (QS. Thoha [20]: 14).
Jadi shalat adalah cara unik yang khusus dibuat Allah bagi para hamba-Nya untuk berkomunikasi dengan-Nya. Manusialah yang membutuhkan shalat ini, karena dialah yang berkepentingan menghubungi dan menemui Allah.
Kalau diibaratkan nomor telepon, shalat adalah nomor telepon Allah. Nomornya adalah: 44342 (4 rakaat shalat zuhur, 4 rakaat shalat asar, 3 rakaat shalat maghrib, 4 rakaat shalat isa, dan 2 rakaat shalat subuh).
Cara shalat harus sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Tak boleh diubah. Sama seperti nomor telepon. Kalau diubah satu digit saja pasti tak akan nyambung.
Bagaimana dengan orang yang menyembah Tuhan dengan selain shalat? Dia berarti telepon Tuhan dengan nomor selain nomor Tuhan yang benar.
Apa nyambung? Nyambung. Tapi yang menerima berarti bukan Tuhan. Salah sambung namanya. Artinya dia menghubungi Tuhan yang salah, menyembah Tuhan yang salah alias bukan Tuhan yang ia hubungi.
DIMENSI-DIMENSI TAUHID
Dimensi tauhid adalah unsur-unsur penting dalam kita bertauhid.  Pada pembahasan sebelumnya sebenarnya saya telah menyebutkan tiga unsur utama yang merupakan ekspresi tauhid, yaitu: menyembah/memuja, memohon, bergantung hanya kepada Allah.
Namun pada umumnya memang dimensi tauhid dibagi kepada 3 (tiga) hal, yaitu: ilahiyyah, rububiyyah, mulkiyyah.
 Ilahiyyah adalah ekspresi tauhid yang berkenaan dengan masalah penyembahan. Jadi keyakinan kita yang terekspresikan dalam pemujaan dan penyembahan itu dinamakan tauhid ilahiyah.
Rububiyyah adalah sikap tauhid yang berkenaan dengan penciptaan dan pengaturan alam semesta. Artinya kita meyakini bahwa semesta raya ini adalah diciptakan dan diatur oleh Allah. Allah turut serta dalam kehidupan kit. Itu namanya tauhid rububiyyah.
Mulkiyyah adalah sikap tauhid yang berkenaan dengan kekuasaan. Artinya kita meyakini hanya Allahlah yang kuasa menentukan segala hal. Itu namanya tauhid mulkiyah.
Nah, dengan kerangka ini sebenarnya ketiga hal yang saya sebutkan di atas, dapat dikelompokkan ke dalam tipologi ini juga.
Ekspresi menyembah itu masuk ke dalam tauhid uluhiyyah. Ekspresi memohon masuk dalam tauhid rububiyyah (karena permohonan umumnya erat kaitannya dengan hajat hidup), dan ekspresi bergantung dapat dimasukkan ke dalam tauhid mulkiyyah.
CARA MENANAMKAN TAUHID DALAM JIWA
Tauhid perlu dilatihkan agar tertanam dalam jiwa. Agar Allah mendominasi pikiran kita. Agar kita senantasa ingat kepadanya, kapan pun dan dimana pun.
Untuk melatih tauhid ini caranya adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah. Memenuhi panggilannya, mentaati perintah-perintahNya.
Simpelnya seperti itu. Tapi itu mungkin terlalu luas.
Dari yang luas itu kita cari intinya. Inti latihan tauhid adalah bagaiamana kita sering berkomunikasi dengan Allah.
Caranya?
Shalat.
Shalat adalah latihan utama untuk menanamkan tauhid dalam diri kita. Shalat pada hakikatnya adalah adalah menemui Allah, curhat kepada Allah.
Shalatlah dengan sepenuh jiwa. Bukan hanya gerakan belaka. Shalat adalah melatih konsentrasi untuk menghubungkan jiwa kita dengan Allah.
Kemudian sering-seringlah menyebut asma Allah. Saat mengawali sesuatu ucapkan: bismillahirrahmanirrahim. Saat mendapat nikmat ucapkan alhamdulillah. Saat dapat musibah ucapkan innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Saat takjub ucapkan subhanallah, dan seterusnya.
Pendek kata sebut namaNya dalam situasi apa pun. Menyebut dengan penuh keadaran dan penghayatan. Bukan candaan.
 KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut:
  1. Tauhid merupakan asas utama dari akidah. Kalau akidah meliputi banyak aspek keimanan, maka tauhid adalah asas utama dari aspek-aspek itu.
  2. Tauhid adalah mengesakan Allah, yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat memuja, bergantung, dan mohon pertolongan.
  3. Dimensi tauhid ada tiga, yaitu: ilahiyah, rububiyyah, dan mulkiyah. Tauhid uluhiyah adalah pengesaan Allah berkenaan dengan masalah penyembahan dan pemujaan. Tauhid rububiyyah adalah pengesaan Allah berkenaan dengan penciptaan dan pengaturan alam semesta. Tauhid mulkiyyah adalah pengesaan Allah berkenaan dengan masalah kekuasaan.
  4. Lawan tauhid adalah syirik, kafir, dan munafik. Syirik itu menduakan Allah dengan yang lain. Kafir menolak atau tidak mempercayai adanya Allah, dan munafik berpura-pura percaya kepada Allah.
  5. Untuk menanamkan tauhid kita harus sering berkomunikasi dengan Allah. Shalat dan sering menyebut namanya dengan sepenuh hati adalah latihan utamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar